Sunday, August 24, 2008

Beasiswa dan Faktor Luck

Halo rekan2 milis,

setelah berinteraksi dengan beberapa rekan pemburu beasiswa melalui ym
dan mail, Franklin mendapat satu pola yang agak lucu. Banyak yang
mempertanyakan faktor keberuntungan, "luck" dalam mendapatkan
beasiswa. Ada yang tidak percaya sama sekali dengan "luck" dan
menganggap bahwa beasiswa hanya bisa didapat dengan perjuangan
"berdarah-darah". Ada lagi yang mempercayakan sepenuhnya pada "luck"
bahkan cenderung berlebih-lebihan kelewat percaya pada "luck".

Kalau menurut pengalaman saya dan para senior-junior Franklin, faktor
"luck" memang aneh dan seringkali membuat para pemburu beasiswa keki
jika ada yang "beruntung" dapat beasiswa....

Sedikit testimoni:
1) ada junior saya yang sekedar ikut program beasiswa "?" (maaf, tidak
saya sebut agar tidak menyinggung perasaan para rekan) untuk iseng
saja, karena diajak teman-temannya. Pengalaman kerja nyaris tidak ada
karena baru fresh graduate. TOEFL pas-pasan (tapi...). Pengalaman
akademik minim. Prestasi di luar akademik nyaris nol. Kegiatan sosial
layanan masyarakat ... tidak ada. IPK hanya berkisar di 2++ dari skala 4.

Satu-satunya nilai plus junior saya adalah kemampuan baca-tulis dan
bersilat lidah dalam bahasa Inggris dengan sangat lancar (nilai
TOEFL/IELTS tinggi tidak langsung berarti jago berbahasa Inggris...
begitu juga sebaliknya) karena pernah tinggal di Kanada bersama
orantuanya saat masih kecil.

Dia ini langsung dapat beasiswa Ph.D. full saat mencoba pertama kali!
Bahkan kata "mencoba" bisa dibilang pujian berlebihan, karena dia kan
ikut karena sekedar iseng. Teman-teman dia dan para seniornya sampai
mengerubuti dia, minta bagi ilmunya supaya bisa langsung dapat. Respon
dia: "Lagi mujur kali, atau memang sudah nasib dari yang di atas". :P

2) senior saya ada yang mesti mati-matian mempertinggi daya saing
dengan cara2 yang sudah sering dibahas dalam milis, dan baru berhasil
dapat beasiswa setelah 12,5 tahun(!). Entah sudah berapa puluh juta
rupiah keluar selama 12,5 tahun tersebut dalam berburu beasiswa.
Kelemahan utamanya terletak pada bahasa Inggris yang sangat tidak
lancar, dan senior saya ini tipe orang yang "panasan" kalau
berargumentasi sehingga selalu gagal setiap kali sampai ke babak
interview. (Konon saking marahnya kepada para panelis pewawancara, dia
pernah keluar dengan MEMBANTING PINTU ruang interview!)

Dan dia MARAH BUKAN MAIN waktu mendengar juniornya bisa langsung dapat
beasiswa tanpa susah-payah seperti dirinya! Bukan cuma marah ke
juniornya, tetapi juga sekalian marah sama Tuhan yang dia anggap tidak
adil!

Kesimpulan saya, faktor "luck" mungkin tidaklah begitu signifikan,
tapi bukan berarti bisa dinafikkan sama sekali. Tidak perlu kita
dengki pada mereka yang beruntung, karena bisa jadi memang itu sudah
"jalan" mereka. Mengapa kita tidak fokus saja pada jalan perjuangan
kita sendiri?

salam,
Franklin

JAWAB

Hi

Kalau menurut saya yang beruntung itu biasanya yang sudah prepare
jauh2 hari. Ada yang bisa lulus English Test hanya sekali coba, ada
yang mesti berkali2 coba baru lulus. Ada yang hanya baca buku
preparation langsung lulus dan ada yang mesti ikut kursus intensive
dahulu baru lulus. Ada yang fluent speaking english hanya dengan
practice dgn teman2, ada yang memang di pekerjaannya berhubungan dgn
org asing jadi sering dipakai bahasanya, dan ada yang memang lahirnya
di LN jadi dia sebenarnya bahasa native-nya ya English. Jika kasusnya
seperti temen yang pernah tinggal di LN dari kecil tsb, ya dia
sebenarnya sudah prepare jauh2 hari walaupun mungkin dia nggak
menyadarinya. Mana ada sih anak SD mikirin nyari beasiswa....:)
Mungkin dia mesti ber-terimakasih pada orangtuanya yang mempersiapkan
dia dgn tinggal di LN waktu kecil... :)
Bagi kita2 yang memang lahir dan besar di Indonesia dan nggak pernah
ke LN ya berusahalah dengan berlatih keras agar skill-nya sama dengan
dia. Karena applynya ke negara yang berbahasa inggris teman tersebut
jadi beruntung dgn persiapan sedikit. Kecuali kalau mau cari beasiswa
ke negara2 yang bukan berbahasa Inggris seperti Jepang, France,
Germany, Rusia, Spain, belum tentu juga teman tsb bakal
beruntung....:)

Iwan

Saya sangat setuju sekali dengan apa yang dikatakan oleh Mas Franklin.
Kita fokus aja dengan perjuangan kita masing-masing, sambil memilih dan
memilah informasi-informasi yang berguna.
Dalam berjuang sebenarnya kita berlomba dengan diri kita sendiri, kalo
masih belum berhasil berarti kita mesti koreksi apa kira-kira yang
menyebabkan kita gagal.
Saya pernah gagal dalam interview, padahal waktu itu saya udah coba ikuti
tips dan trik interview yand saya dapatkan dari milis ini dan beberapa
teman kerja yang pernah mengikutinya, dan saya sempat yakin kalau saya
berhasil.
Tapi saya tidak mau lama-lama larut dalam kegagalan itu, saya coba
pelajari lagi apa yang menyebabkan saya gagal. Saya coba lagi, dan
Alhamdulillah saya mendapatkannya sekarang.
Saya ucapkan terima kasih kepada semua anggota milis ini atas
informasi-informasi dan nasehat-nasehat yang diberikan.

Salam,
Irwan

Salam sejahtera,
Saya termasuk orang yang percaya bahwa faktor keberuntungan cukup
signifikan dalam mendapatkan beasiswa meskipun kerja keras juga tidak
kalah pentingnya.
Kepercayaan saya ini muncul dari pengalaman pribadi saat mendapatkan
beasiswa Chevening Awards 8 tahun yang lalu. Sebagaimana pengalaman
teman dari Franklin, saya mengirim aplikasi Chevening juga sekedar
iseng saja, daripada nganggur. Dari segi kualifikasi barangkali
sebenarnya saya tidak masuk. Ketika itu, bulan Februari 2000 saya
baru saja wisuda S1 dari perguruan tinggi negeri yang belum terkenal
di daerah perdesaan, sama sekali belum punya pengalaman kerja (baru
dapat kerja sekitar bulan Maret setelah mengirim aplikasi) dan belum
pernah kursus bahasa Inggris (kecuali sesekali mengikuti pelajaran
Inggris di Radio Australia ketika masih SD dan bimbingan tes untuk
lulus UMPTN). Meskipun begitu saya bukannya samasekali tidak
berharap. Ada sedikit harapan tapi tidak sampai "bernafsu".
Agak diluar dugaan, saya dipanggil mengikuti seleksi dalam bentuk tes
tertulis non TOEFL/IELTS dan wawancara. Saya waktu itu terus-terang
agak "nge-per" karena para pelamar lainnya punya track record yang
cukup dahsyat : dosen, jurnalis terkenal, pegiat LSM, asisten manajer
perusahaan, pengacara, dll. Apalah saya ini dibanding mereka? Saya
cuma staf yunior di LSM kecil yang tidak terkenal.
Tapi benar-benar anugrah Tuhan ketika saya ternyata dinyatakan lulus
dan diikutkan dalam program persiapan keberangkatan ke U.K. Saya
makin sadar betapa ini semata-mata karunia Yang Maha Kuasa karena
rekan-rekan penerima Chevening waktu itu rata-rata sudah melamar 2-4
kali baru dipanggil. Yang lainnya ada yang baru 1 kali melamar
langsung dipanggil, tetapi memang sudah mempersiapkan dengan serius
dan sangat berhasrat mendapatkannya.
Setelah saya lulus dan bekerja sebagai dosen di perguruan tinggi
almamater S1, saya kembali mencoba peruntungan dengan melamar ADS.
Tapi meskipun kali ini sangat berminat dan berusaha mempersiapkan
diri dengan serius, keuntungan itu tak juga menghampiri seperti
ketika saya iseng melamar Chevening. Sampai sekarangpun saya masih
belum berhasil mendapatkan satupun beasiswa. Terus-terang saya sempat
lumayan frustasi. Namun saya sadar kalau jalan masih terbentang
panjang dan usia sayapun masih cukup muda.
Jadi memang benar : keep trying 'n trying, trying, trying, trying....
Sambil tentunya berdo'a agar keberuntungan kembali mendatangi.

hi,
Kalau menurut saya dalam urusan beasiswa, faktor luck itu memang ada. Tapi
buat saya sangatlah bodoh kalau kita mengandalkan faktor luck. Ada orang
yang selalu merasa hokinya tidak bagus. Akhirnya waktu interview sudah
yakin pasti gak hoki, akhirnya grogi. Luck hanya menentukan elemen kecil
dari seluruh proses mencari beasiswa. Dalam interview beasiswa (sama seperti
interview kerja) seorang kandidat punya waktu 10-60 menit untuk meyakinkan
pemberi beasiswa mereka layak diberi beasiswa. Kalau datang interview
beasiswa tanpa persiapan, ditanya gak bisa jawab, bagaimana bisa memberi
kesan positif ke yang mewawancara? Dalam setiap interview beasiswa saya
selalu persiapan penuh, biasanya pakai acara bolos kantor, datang minimal 30
menit sebelumnya supaya bisa membaca situasi, jadi lebih tenang. Biasakan
bicara terstruktur, tampil percaya diri, bicara ringkas, padat dan HARUS
memimpin wawancara, jadi kita yang banyak cerita
AA

Halo semua

Dulu ada adik kelas saya yang tanya2 tentang tips n trik mendaftar
beasiswa. Salah satu pertanyaannya adalah "Apakah hoki berpengaruh
dalam pendaftaran beasiswa?". Karena bingung, saya menjawab dengan
bercanda "Wah ga tau ya, lha seumur hidup aku cuma menang door prize
sekali kok".

Menurut saya sih, ada faktor luck dalam pendaftaran, tapi saya lebih
suka untuk tidak bergantung pada luck. Biarkan itu jadi urusan Tuhan
(dan pemberi beasiswa :p), sedangkan kita cukup mempersiapkan diri
dengan sebaik-baiknya.

(Tapi saya dulu mendaftar beasiswa banyak-banyak supaya kemungkinan
diterima lebih besar hehe).

Regards,
Nicholas Mario Wardhana

No comments: